Pyo-pyo's blog

Cerita yang ingin aku bagi kepada dunia.

Rabu, 03 Juni 2009

Jomblo

Salah seorang teman saya, yang memang suka sekali menulis dan punya pekerjaan sebagai penulis skenario, meminta saya mengomentari novel yang baru saja dibuatnya. Tebalnya ada 100 halaman dengan spasi single, jika dijadikan spasi double maka akan jadi 150 halaman. Sebelum mengirimkannya ke penerbit, dia selalu meminta teman-teman mengomentari novelnya. Judul novelnya adalah JP, singkatan dari Jomblo Perak.

Sebelumnya saya sudah pernah mengomentari novel teman saya sebelumnya, kalau tidak salah judulnya Diva, dan dia langsung marah setelah saya selesai mengomentarinya. Mungkin saat itu dia berpikir “Loe gak tau sih rasanya bikin ini, susah tau…” rutuknya. Salah seorang teman saya yang lainnya bilang “Loe tuh salah Pyo (panggilan dari teman-teman terdekat saya), jangan terlalu to the point gitu dong. …”. Duh…itu kebiasaan saya yang susah diilangin. Saya paling susah kalo disuruh basa-basi, takutnya nanti basi beneran (nasi kaleee…)

Sebenernya saya juga sering sekali mengomentari cerpen buatannya, dan kebanyakan komentarnya sama. Saking seringnya saya memberi komentar “pedas”, akhirnya dia jadi kebal dan selalu meminta saya untuk mengomentari tulisannya (hehehe…maap ya, kan semuanya juga buat kebaikan loe?). Lantas kenapa dia masih saja meminta saya mengomentari novelnya? Alasannya karena pekerjaan saya adalah sebagai editor. Walaupun saya sering mengomentari jelek mengenai tulisannya, tapi dia menganggap saya teliti dan memikirkan sampai ke detail. Tidak cuma alur ceritanya, tapi juga tulisannya. Salah seorang teman saya yang lainnya beranggapan bahwa apa yang saya lakukan terhadap novel teman saya ini seperti meniru apa yang pernah dosen pembimbing saya lakukan pada saat menyusun skripsi. PS: dosen pembimbing saya itu termasuk “killer”, teliti, dan detail (wah…kalau yang itu sih saya tidak tau).

Ngomong-ngomong soal novelnya yang berjudul Jomblo Perak, saya langsung tau dari mana inspirasi novel itu berasal. Lantas saya jadi terpikir kalau biasanya saya mendengar curhatannya, sekarang saya seperti membaca curhatannya. Baru satu bab saya membacanya saya langsung menyadarinya dan mengkonfirmasinya langsung. Awalnya dia memang tidak mau jujur, tapi akhirnya dia ngaku juga. Dan tebakan saya benar, walaupun itu bukan murni curhatannya, “inspired by” katanya. Tapi entah kenapa ada kejadian-kejadian yang sepertinya memang terjadi di kehidupan nyata dan dituliskan di dalam novel.

Mari kita bahas mengenai novelnya. Jujur, saya sendiri baru kenal istilah Jomblo Perak setelah membaca novel teman saya itu. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar istilah itu. Bagi perempuan, usia 25 memang termasuk usia kritis. Orang-orang di sekitar kita sudah mulai bertanya “Sudah punya pacar belum? Kapan nyusul menikah?”. Jenis pertanyaan yang menurut saya membosankan dan malas rasanya untuk menjawabnya. Kenapa? Untuk saya sendiri, saya baru lulus kuliah pada usia 22 tahun, dan sekarang sedang sibuk mengumpulkan uang. Untuk apa? Ya...untuk masa depan lah... Masih banyak hal yang ingin saya lakukan di usia saya yang sekarang. Saya masih ingin berteman dengan siapa saja, bermain kemana saja yang saya mau tanpa perlu izin dengan orang lain (kecuali orang tua saya), saya masih ingin membahagiakan orang tua saya, masih ingin kumpul-kumpul dengan teman sampai sore dan ketawa-ketiwi gak jelas juntrungannya. Saya masih pengen melanjutkan kuliah, pergi keliling dunia dan Indonesia melihat tempat-tempat baru yang menarik, masih pengen nonton Liverpool di Anfield, pokoknya masih banyak hal lainnya.

Keluarga saya sendiri, terutama ibu saya, tidak mempermasalahkan mengenai hal tersebut. Setidaknya tidak secara terang-terangan dan secara langsung. Mungkin karena ibu saya adalah tipikal orang Jawa yang sering merasa tidak enak dengan orang lain, termasuk mungkin pada anaknya. Cuma memang sejak dua tahun yang lalu ada yang berbeda dengan ucapan selamat ulang tahun yang diucapkan oleh ibu saya. Dulu doanya begitu panjang, tapi makin kesini doanya jadi makin singkat. Pada saat saya kuliah, ibu saya selalu mendoakan supaya kuliah dan skripsi saya cepat kelar, dan cepat mendapat pekerjaan yang baik. Setelah saya bekerja, ibu saya hanya mendoakan supaya saya cepat mendapatkan jodoh yang terbaik (Duh, Mih...kenapa doanya cuma itu sih?). Ibu saya juga bukan termasuk ibu yang sering mengojok-ojok anaknya untuk buru-buru menikah (saya agak sedikit tenang karena saya masih punya seorang kakak yang juga belum menikah. Hehehe...). Ada yang bilang kalau saya ini masih anak-anak hanya karena gaya saya yang suka sekali bercanda dan cuwawa’an, jadi masih pengen senang-senang. Ih, saya agak kesal saat dibilang masih anak-anak. Tapi masa bodo ah... itu kan pendapat orang, bukan hak saya mengatur pendapat orang. Seorang teman yang lainnya malah berpendapat bahwa saya malah seharusnya menikah terlebih dahulu, baru kemudian mengejar karir. Katanya saya tipe orang yang perlu banyak bimbingan, salah satunya dari suami. Duh...saya jadi pusing mendengarnya. Satu hal yang pasti, kalau saya menikah nanti saya tidak mau mengandalkan seluruh hidup saya pada suami saya nanti.

Akhirnya saya memutuskan untuk menyerahkan semuanya pada Allah. Tidak usah terlalu bernafsu mencari, kalau sudah waktunya toh dia juga akan datang dengan sendirinya. Setiap selesai sholat saya berdoa, ”Ya Allah, semoga kau pertemukan aku dengan jodoh terbaikku, di manapun dia berada sekarang...”

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang membahas mengenai pernikahan, yang isinya ”Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya padaMu. Agar bertambah kekuatanku untuk mencintaiMu”

Romantis sekaligus dalam sekali maknanya bukan? Saya kemudian berpikir, ”Bukankah Allah sudah menentukan jodoh dari tiap orang?”. Saya hanya perlu berusaha, dan menyerahkan sisanya pada Allah.

Tiba-tiba saya jadi ingin sekai menyanyikan lagunya Oppie yang judulnya Single Happy. Buat semua orang yang masih single, jangan sedih. Masih banyak hal yang bisa dilakukan. Buat Oppie, makasih udah nyiptain lagu ini. It’s really cool...;-P

Single Happy, By: Oppie Andaresta

Mereka bilang aku pemilih dan kesepian
Terlalu keras menjalani hidup
Beribu nasehat dan petuah yang diberikan
Berharap hidupku bahagia

Aku baik-baik saja
Menikmati hidup yang aku punya
Hidupku sangat sempurna
I’m single and very happy

Mengejar mimpi-mimpi indah
Bebas lakukan yang aku suka
Berteman dengan siapa saja
I’m single and very happy

Mereka bilang sudah saatnya karena usia
Untuk mencari sang kekasih hati
Tapi ku yakin akan datang pasangan jiwaku
Pada waktu dan cara yang indah
I’m single and very happy

Waktu terus berjalan
Tak bisa ku hentikan
Ku inginkan yang terbaik untukku

Label:

Jilbab



Belakangan isu mengenai jilbab marak beredar di masyarakat. Salah satu kasus yang sedang hangat dibicarakan berkaitan dengan pemilihan presiden tanggal 8 Juli besok. Seperti yang kita ketahui bahwa ada 3 pasang calon presiden dan wakil presiden yang berlaga kali ini. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, serta Jusuf Kalla dan Wiranto. Saking sengitnya persaingan yang terjadi di antara keduanya, isu mengenai agamapun akhirnya dimunculkan ke permukaan. Isu ini diduga dimunculkan oleh PKS. Mereka mengagumi pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto yang memiliki istri yang menggunakan jilbab. Lalu? Kalau tidak dikatakan di depan publik tentu saja tidak aneh, tapi saat hal ini dikatakan di depan publik, tentu saja aneh. PKS termasuk partai-partai yang mendukung pasangan SBY-Boediono. Logikanya, kalau mereka mendukung pasangan SBY-Boediono, kenapa mereka malah mengatakan hal tersebut? Kalau hanya karena istri Jusuf Kalla dan Wiranto menggunakan jilbab, menurut saya alasannya sangat aneh. Jujur, pada pemilu legislatif kemarin saya mencontreng PKS, begitu juga pada pemilihan gubenur DKI terakhir. Alasannya? Karena saya belum pernah mendengar ada anggota dewan dari PKS yang terlibat kasus korupsi, penyakit yang sering sekali dialami oleh anggota dewan legislatif. Tapi pada saat SBY akan memilih calon pendampingnya, ribut-ribut dimulai, seperti ada perebutan kekuasaan dan PKS adalah salah satu pihak yang ikut ribut. Ah…hancur deh pandangan positif saya mengenai PKS. Terlebih lagi saat isu mengenai jilbab itu muncul, kok saya jadi kurang simpati lagi ya?

Bagi saya, beragama itu merupakan kebebasan yang dimiliki oleh tiap orang. Negara bahkan menjaminnya dalam UUD 1945 pasal 29. Begitu juga dengan menggunakan jilbab. Agama Islam memang mengajarkan agar seorang wanita selayaknya menutup bagian yang termasuk aurat, kecuali telapak tangan dan wajah. Saya sendiri juga baru menggunakan jilbab sejak lebaran tahun lalu. Walaupun saya sudah tau kewajiban itu sejak dulu, tapi kesadaran untuk menggunakannya baru muncul belakangan. Dulu saya berpikir kalau saya akan memperbaiki perilaku diri saya dulu sebelum akhirnya menggunakan jilbab. Takutnya saat saya sudah menggunakan jilbab, tapi ternyata kelakukan saya masih malu-maluin. Saat itu saya berpikir, ”saya memang tidak menggunakan jilbab, tapi setidaknya saya tidak melakukan hal yang dilarang oleh agama”. Sampai akhirnya saat itu datang juga. Salah seorang teman saya pernah bercerita bahwa di akhirat nanti, semua dosa manusia itu akan dihitung. Tidak ada manusia yang akan langsung masuk ke surga, walaupun jumlah kebaikkannya banyak sekali. Mendengar hal itu saya jadi takut, rasanya dosa saya sudah kelewat banyak. Sementara kebaikan yang sudah saya lakukan? Entahlah…

Sebelum saya menggunakan jilbab, saya banyak bergaul dengan teman-teman saya yang sudah menggunakan jilbab sebelumnya. Pergaulan inilah yang kemudian ikut mendorong saya menggunakan jilbab. Saya rasa kalau kita ikhlas terhadap suatu hal maka kita akan melakukan hal tersebut dengan hati senang, dan mungkin itulah yang saya rasakan sekarang.

Lalu apa kesimpulannya? Saya kok lebih suka kalau kewajiban memakai jilbab itu didasarkan karena keinginan sendiri, bukan Karena paksaan dari orang lain. Kesadaran itupun harus muncul karena rasa takwa pada Allah, bukan karena takut dukungan dari manusia lain akan hilang kalau tidak dituruti. Bukankah Allah adalah pemilik dari segala hal yang ada di dunia ini? Lantas kenapa kita masih bergantung pada manusia?

Label: