Pyo-pyo's blog

Cerita yang ingin aku bagi kepada dunia.

Rabu, 16 Juli 2008

Dewasa

Dewasa, satu kata yang sampai sekarang bikin gue bingung. Jadi anak paling kecil dalam keluarga kadang bikin suara dan pendapat gue gak dianggap sama orang yang lebih tua dari gue (dalam hal ini adalah bokap sama nyokap atau kakak-kakak gue). Di lain kesempatan, gak jarang nyokap suka bilang sama gue “kamu kan udah gede, masa begitu aja gak bisa?”. Seorang teman juga pernah bilang “loe kan dah dewasa, Rie. Pasti loe bisa memilih yang terbaik”. Alhasil gue jadi bingung, sebenernya posisi gue dimana sih?


Gue lebih setuju pendapat yang bilang kalo dewasa itu bukan dilihat dari berapa umur loe sekarang, tapi lebih ke sikap dan perilaku kita. Jadi inget cerita seorang teman (sebelumnya makasih ya Neng, dah mengizinkan gue menulis cerita loe), dan setelah denger ceritanya gue berpikir bahwa mereka sudah mencapai taraf dewasa. Bicara mengenai perasaan dengan kepala dingin, tanpa ada rasa sakit hati (karena ditolak). Pokoknya salut buat mereka.

Seorang teman pernah cerita tentang orang yang disukainya, tapi dia gak berani buat bicara jujur sama orang tersebut. Ternyata, orang yang ditaksir temen gue itu adalah temen gue juga! Oh My God! Dunia sempit amat ya? Jadilah gue “orang ketiga” di antara mereka. Gue tau cerita dari kedua belah pihak. Saking pinternya menyembunyikan perasaannya, gue bener-bener gak tau kalo dia lagi suka sama seseorang.


Sebagai cewek ada perasaan malu untuk mengungkapkan perasaan kita terlebih dahulu, makanya dia milih untuk jadi Secret Admirer. Sakitnya jadi Secret Admirer adalah loe gak bisa mengungkapkan perasaan loe sama orang yang loe tuju. Sementara orang yang loe maksud gak sadar dengan keberadaan perasaan loe. Jadi inget omongan temen gue yang lainnya, “Gimana orang lain mau tau perasaan loe, kalo perasaan itu gak pernah diomongin?”. Cerita demi cerita dari temen gue mengalir terus ke kuping gue, sementara orang yang dimaksud (temen gue juga) gak tau ada seseorang yang diam-diam jatuh hati sama dia. Betapa temen gue yang cewek ini naksir abis sama temen gue yang lainnya, tapi rasa malunya mengalahkan semuanya. Dipendamnya perasaan itu sampai sekarang, hingga suatu hari perasaan itu terungkapkan dengan jelasnya. Sialnya gue bisa dibilang pihak yang ikut bertanggungjawab atas semua kejadian itu. Temen gue yang cowok bisa menebak, bahwa temen gue yang cewek ternyata naksir dia.


Berhubung gue adalah orang ketiga di antara mereka, gue yang akhirnya jadi penghubung di antara mereka. Sayangnya perasaan ini tidak mendapat balasan, tapi bukan berarti gak bisa jadi temen kan?


Mereka berdua akhirnya ngobrol tentang situasi yang ada, bahwa teman gue yang cowok itu gak bisa membalas perasaan temen gue yang cewek. Bahwa dia hanya bisa menawarkan pertemanan dan tidak lebih. Temen gue yang cewek bisa menerima kenyataan itu, karena baginya, menyukai seseorang adalah hak kita, tapi adalah hak orang lain juga untuk menolak. Sekarang keduanya masih berteman, gak ada rasa sakit hati karena penolakan. Mungkin di dasar lubuk hati yang paling dalam, pengharapan itu gue yakin masih ada, tapi untuk saat ini mereka lebih memilih untuk berteman. Tapi siapa yang bisa meramal masa depan? Bahwa suatu hari nanti semuanya akan berbeda? Entahlah…


Dari contoh kasus di atas, kita bisa lihat bahwa sikap dewasa diperlukan untuk menanggapi masalah yang sedang dihadapi. Sikap dewasa menerima penolakan, menerima pertemanan yang ditawarkan tanpa menuntut lebih. Sikap dewasa lainnya ditunjukkan dengan mau mendengarkan pengakuan dari orang lain, tidak menjauh setelah mendengarkan pengakuan tersebut, dan masih bisa berteman seperti biasanya. Keduanya saling menjaga perasaan masing-masing. Mengutip lagunya Celine Dion yang judulnya That’s the Way It Is yang bilang “Don't surrender 'cause you can win. In this thing called love” dan gue tau bahwa keduanya sebenarnya sedang mencari cinta dalam hidupnya, gue cuma bisa bilang i’m hoping the best for you both.

Label:

Jumat, 11 Juli 2008

Laut

Gambar di atas, dicomot dari blog kacamatasaya.blogspot.com. Cuma satu komentar, KEREN.
GUE SUKA BANGET LAUT...

Label:

Jumat, 04 Juli 2008

Elegi Sang Guru

Hari ini gue punya kewajiban buat menyelesaikan naskah yang udah dikasih ke gue dari kemarin. Tugasnya adalah mengecek gambar, apakah ada gambar yang bertentangan dengan masalah SARA atau tidak, mengecek tulisan, apakah ada tulisan yang gak sopan dan gak pantes untuk dibaca, dan mengomentari jalan ceritanya.


Ada satu buku yang judulnya “Elegi Sang Guru” yang menurut gue ceritanya aneh banget. Gimana gak aneh? Itu buku niatnya mau dibaca sama anak sekolah tingkat SD-SMP, tapi kenapa pas gue baca, gue serasa baca naskah skenario buat sinetron?


Cerita diawali dengan sebuah cerita yang ngebahas tentang seorang guru yang tertangkap di sebuah diskotik sambil membawa obat-obatan terlarang. Selain itu, guru tersebut tertangkap dengan seorang murid SMP tempat dia mengajar. Sekolah tempat dia mengajar kemudian heboh tentang berita penangkapan tersebut, terlebih lagi guru yang ditangkap adalah seorang guru teladan dan memiliki karir yang menjanjikan. Cerita jadi tambah heboh karena ternyata inisial murid perempuan yang tertangkap dengan guru tersebut sama dengan nama salah satu murid perempuan yang pernah menyatakan cintanya pada guru tersebut (ceritanya dah mulai aneh). Murid perempuan itu kemudian jadian sama salah seorang teman laki-laki sepantarannya. Tujuannya cuma satu yaitu membuat sang guru cemburu. Disinilah kemudian ceritanya bener-bener jadi aneh, ternyata si guru bener-bener cemburu karena ternyata dia jatuh cinta sama muridnya sendiri. Mereka akhirnya menjalin cinta (dengan kata lain selingkuh), murid perempuannya itu kemudian putus dengan pacarnya dan pacaran dengan gurunya. Cerita berlanjut sampai beberapa tahun kemudian sampai murid perempuannya kuliah. Sampe disini gue mikir, ini cerita buat anak sekolahan atau skenario sinetron? Dimana nilai-nilai yang bisa dipelajari oleh anak sekolah dari cerita itu? Apalagi di cerita itu ada banyak bahasa romantis, yang menurut gue kayaknya belom pantes didenger sama anak sekolahan. Di akhir cerita, si guru tersebut akhirnya berpisah dengan murid perempuan itu dengan alasan ekonomi dan prinsip (alasan yang aneh dan dibuat-buat).

Akhirnya gue bilang sama koordinator gue, Mas Kausar, “Mas, kayaknya cerita ini gak pantes buat dibaca sama anak SD sama SMP deh..!”. “Kenapa?” tanya Mas Kausar, akhirnya gue ceritain semuanya..bla..bla..bla..bla..


Gue dah memberikan penilaian menurut gue, keputusan akhirnya bukan di tangan gue. Terserah akhirnya kalo cerita itu tetep dicetak (gue gak tanggung jawab ah..).


Jadi...pantaskah cerita tentang seorang guru yang jatuh cinta dengan muridnya dibaca oleh anak SD-SMP?

Label: